Skema Analisis Multilevel |
Pada penelitian
multilevel, struktur data dalam populasi bersifat hirarkis, dan data sampel
dipandang sebagai sampel multitahap dari populasi hirarki tersebut. Karena itu,
dalam penelitian di bidang Pendidikan, populasi terdiri dari sekolah dan siswa
yang ada dalam sekolah tersebut, prosedur pengambilan sampel dilakukan melalui
dua tahap: pertama, kita mengambil sampel sekolah, dan kedua, kita mengambil
sampel siswa pada masing-masing sekolah tersebut. Pada contoh ini, siswa
dianggap “bersarang” dalam sekolah. Contoh lain adalah penelitian lintas negara
dimana individu bersarang pada satuan negara mereka, untuk penelitian di bidang
organisasi dimana individu bersarang dalam organisasi, penelitian keluarha
dimana anggota keluarga bersarang pada keluarga, dan penelitian tentang
metodologi dimana pewawancara mempengaruhi responden yang bersarang pada pewawancara.
Variabel pada
penelitian multilevel berada pada beberapa level hirarki. Beberapa variabel
tersebut bisa diukur secara langsung pada masing-masing level; sebagai contoh,
pada level sekolah kita bisa mengukur ukuran sekolah dan demonisasil dan pada
level siswa kita bisa mengukur inteligensi dan kesuksesan siswa. Selanjutnya,
kita bisa mengarahkan variabel dari satu level ke level lain melalui penyatuan
atau pemisahan. Penyatuan berarti bahwa variabel yang berada pada level bawah
diarahkan ke level atas, sebagai contoh misalnya perhitungan rata skor inteligensi
siswa pada level sekolah. Pemisahan berarti bahwa mengarahkan variabel pada
level atas ke level bawah.
Berdasarkan skema
tersebut, level yang paling rendah (level 1) biasanya terdiri dari individu. Namun,
hal tersebut tidak berlaku umum. Galtung (1969), misalnya, menggambarkan peran
individu pada level yang paling bawah, dan dalam desain penelitian longitudinal
dapat dilakukan pengukuran berulang pada individu sebagai lebel terendah. Pada masing-masing
level, kita bisa amati beberapa jenis variabel. Variabel global dan variabel
absolut hanya merujuk pada level dimana mereka berada tanpa merujuk pada unit
atau level lain (variabel absolut merupakan istilah sederhana yang digunakan
untuk variabel global yang berada pada level paling bawah). Inteleginsi siswa
bisa menjadi variabel global atau variabel absolut. Variabel relational juga merujuk
pada satu level tunggal; yang menjelaskan
hubungan satu unit dengan unit lain pada level yang sama. Banyak indeks
sosiometrik (seperti indeks popularitas dari hubungan resiprokal) merupakan
variabel relasional. Variabel analitik dan variabel structural diukur pada subunit
pada level paling rendah. Variabel analitik merujuk pada distribusi distribusi
variabel absolut atau variabel global pada level bawah; contoh variabel ini adalah
indeks jaringan social. Pengembangan sebuah variabel analitik atau variabel
relasional dari data level bawah dilakukan melalui agregasi (penggabungan):
data pada unit level bawah digabungkan menjadi data dalam jumlah kecil pada
unit level atas. Variabel kontekstual merujuk pada superunit; semua unit pada
level bawah memperoleh nilai dari superunit pada level atas. Proses ini disebut
disagregasi: data pada unit level yang lebih tinggi diuraikan menjadi data
dalam jumlah besar. Variabel hasil disebut variabel kontekstual, karena merujuk
pada konteks yang lebing tinggi dari unit yang kita teliti.
Untuk menganalisis
model multilevel, tidak begitu penting menempatkan setiap variabel secara tepat
menurut skema di atas. Skema menjelaskan kelayakan level pengukuran. Secara historis,
masalah multilevel melahirkan pendekatan analisis dengan cara mengarahkan semua
variabel melalui proses agregasi atau disagregasi ke satu level tunggal, dan
dilanjutkan dengan analisis regresi berganda biasa, analisis varians, dan beberapa
metode analisis ‘standar’ lainnya. Sebagai contoh, teori multilevel atau
kontekstual eksplisit dalam bidang Pendidikan disebut teori ‘kolam katak’, dalam
arti bahwa seekor katak bisa berupa sebuah katak kecil dalam sebuah kolah atau
seekor katak besar dalam sebuah kolam kecil. Penerapannya dalam penelitian Pendidikan,
metofora ini menggarisbawahi bahwa efek variabel penjelas (explanatory variable)
seperti variabel inteligensi dalam karir sekolah bisa saja bergantung pada rata-rata
inteligensi dalam satu sekolah. Siswa dengan tingkat inteligensi menengah dalam satu konteks inteligensi tinggi
bisa mengalami demotivasi dan memiliki prestasi yang rendah, sementara siswa tersebut
jika berada satu konteks inteligensi yang rendah bisa saja mengalami peningkatkan
kepercayaan diri dan mencapai prestasi yang tinggi. Karena itu, efek
inteligensi siswa secara individu bergantung pada rata-rata inteligensi siswa
lain. Penelitian umum dalam penelitian Pendidikan untuk menelitian efek ‘kolam
katak’ adalah untuk melakukan agregasi variabel menjadi rata-rata kelompok, dan
kemudian melakukan disagregasi kelompok tesebut menjadi level individu. Konsekwensinya,
data yang menyajikan pengukuran variabel pada level individu (absolut atau global) dan
variabel pada level atas (variabel kontekstual) berbentuk rata kelompok yang
disagregasi.
No comments:
Post a Comment